Senin, 26 September 2016

Inspirasi : Sebuah Pemahaman untuk Bekal Kehidupan


Khitbah – Ta’aruf
Kajian Oleh : ust.FelixSiauw

 
Bagaimana mendapatkan pasangan yang baik bila tidak lewat jalan pacaran??  

Banyak diantara kita salah kaprah ketika membahas tentang cara mendapatkan pasangan yang baik, seolah-olah pacaran adalah satu-satunya cara untuk mengenal pasangan sebelum menikah. Oke logikanya begini, kalau pacaran itu masa perkenalan, seharusnya semakin banyak dan lama pacaran, maka pernikahan akan semakin langgeng , harusnya begitu kan ???
Tapi coba lihat, untuk ukuran perceraian, ada 3 negara yang unggul, 1) Belgia (71%), 2) Portugal (68%), 3) Hungaria (67%) sementara USA dengan banyak film pacarannya diurutan 10. (53%), lengkapnya google aja “Contries with Highest Divorce Rates”.
Apa yang bisa kita lihat??? 
Pacaran dan semua aktivitasnya tidak membantu membuat pernikahan jadi lebih langgeng, data-data membuktikan semua itu. Artinya??? Tidak serta merta orang yang pacaran lantas jadi saling mengenal, karena aktivitas pacaran memang bukan saling mengenal, tetapi lebih kepada pemuasan nafsu belaka.
Itu secara logis. Secara islami, pacaran jelas aktivitas maksiat dan dalam islam, sesuatu yang dimulai dengan maksiat tidak akan pernah menghantarkan kepada kebahagiaan. 
Kesimpulannya,
"pacaran tidak berkorelasi pada kenal atau tidaknya seseorang pada pasangannya, dan tidak pacaran juga tidak berkorelasi dengan kenal atau tidaknya dengan pasangannya."
Jadi, Islam juga mengatur solusinya, bagaimana caranya agar mendapat pasangan yang baik di masa depan? Bukan seperti membeli kucing dalam karung. Langsung nikah tanpa tahu, kenal dan memahami calon.

Bila tidak dengan pacaran, bagaimana caranya bisa tahu calon pasangan kita??? 

Islam itu lengkap dan paripurna, serta memberikan solusi bagi setiap problem kita, termasuk masalah yang sudah siap menikah. Tidak pacaran bukan berarti kita langsung menikahi seseorang tanpa tahu apapun dengan alasan ini,  ”ini lillahi ta’ala, aku nggak perlu kenalan”. Ya nggak gitu juga. Heheheh. Maka dalam islam ada istilah khitbah dan ta’aruf. Saat seorang Muslim/Muslimah siap menikah, mereka pastinya mengamati sekeliling, stalking, keppo, diem-diem seneng. Nah, kalau sudah “sreg” sama seseorang ya khitbah aja. 
Apaan sih khitbah??? 
 Itu, minta kesediaan dia untuk kita nikahi. Tapi tentu saja “sreg” dan “nggak sreg” dalam islam itu beda, dia didasarkan pada cinta pada Allah. Kalau yang sudah cinta pada Allah, pasti ya “sreg” nya sama yang cinta Allah juga, bagi dia ketaatan, ibadah, keimanan itu jadi ukuran yang paling utama. Nah, kalau sudah diterima sama orangnya, ya segera ke orangtuanya untuk tentukan tanggal, itu juga kalau orang tuanya mau, kalau nggak mau ya jangan kecil hati, ditolak kan belum tentu diterima, sama aja ya ? hahahhahaha
Tapi, kalau walinya udah OKe, tanggal udah ada , ya mulailah ta’aruf mu, kenalan. Bedanya sama pacaran, ta’aruf nggak ada khalwat dan sudah jelas tujuannya yaitu menikah, indikasinya kan sudah menyepakati tanggal nikah. Jadi bukan untuk kesia-siaan.  Disini syariat allah memuliakan wanita, kenalan bener-bener kenalan, bukan membahayakan kehormatan wanita itu sendiri dengan pacaran yang berpotensi kasus habis manis sepah dibuang. Hehe. Ta’aruf itu ya bener-bener kenalan, saling mengukur, saling menilai, cocok nggak satu sama lain  menjadi satu bahtera. 

Terus, selama ta’aruf apa aja yang harus dipastiin supaya pernikahannya langgeng dan bahagia? Ketika ta’aruf ngapain sih? 

Tujuan ta’aruf ya saling mengenal, penjajakan apakah dia adalah orang yang tepat untuk kita dan apa yang kita tuju di masa depan, maka ada beberapa yang harus diperhatikan.
#Pertama, yang paling penting, VISI. Apa yang dia inginkan kedepan???Sesuai nggak sama yang kita inginkan kedepan??? Karena VISI ini akan menentukan langgeng nggaknya kita. Yang harus dipastika adalah visimu dan visinya sama-sama di jalan Allah, jika itu sudah OKE, selesai sebagian besar urusan. Karena halal-haram akan sama, standar baik-buruk akan sama. Bila VISI nya sama-sama beneran RIDHO ALLAH , bakal bahagia.
#Kedua,Sifat atau karakter. Tiap Muslim shalih pasti ada karakternya masing-masing, bagaimana akhlaknya saat berinteraksi dengan yang lebih tua? Bagaimana saat dia sama anak-anak? Reaksinya menghadapisatu masalah? Pola pikirnya saat ketemu halangan? Sanggupkah bertahan saat sulit dan bersyukur saat melimpah? Apa yang paling penting bagi dirinya? Apa yang dia harapkan dari dirimu? Ini juga bagian dari perkenalan.
#Ketiga, Fisik. Karena pernikahan bukan hanya rasa, tapi urusan biologis juga. Maka pastikan pasangan nggak berhalangan secara fisik, subur dan tidak punya gangguan kesehatan yang bisa mengganggu pernikahan.
#Keempat, Tsaqafah atau pengetahuannya tentangagama. Kita tahu bahwa saat seseorang memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah, hidupnya tak bakal tersesat dan susah, walaupun diuji dengan musibah dunia. Pastikan dia sudah mengkaji islam, mintalah referensidari ustadznya bila perlu. Tanyakan pada sahabat-sahabatnya bagaimana pengetahuannya dalam agama.
#Kelima, kemampuannya dalam bertanggung jawab. Ingat nafkah bukan hanya uang, tetapi lebih kepada sikap mental dan tanggung jawab pernikahan. Komitmen  untuk bertanggung jawab, melakukan apapaun asalkan HALAL untuk menafkahi keluarga.
Tapi hati-hati kebanyakan orang ngerasa ta’aruf padahal modus pacaran syariah, sehingga jangan sampai terjebak yang kayak gitu.  HATI-HATI.....

Ta’aruf dulu atau khitbah dulu?   

   Dari pengalaman ust.Felix, mengambil jalan khitbah dulu baru ta’aruf, tetapi kalau ada pendapat lain ya silahkan saja milih jalan yang mana dulu…
Kenapa khitbah dulu??? 
     Karena sebelum ta’aruf seyogyanya orang tua wanita (wali) mengetahui terlebih dahulu, dan jelas dulu kapan tanggal nikahnya, hingga proses perkenalan (ta’aruf) nya bukan backstreet atau bahkan tanpa sepengetahuan orang tua wanita. Lah kan berabe kalau sudah deket, sudah cocok, sudah demen, tiba-tiba pas khitbah orangtuanya nggak mau, nah kasus deh. Jadi lebih baik dari awal, khitbah dulu, jelasin maksud kenapa mau ta’aruf yaitu mau nikah, kapan waktunya, apa yang diinginkan wali wanitanya, setelah itu tinggal ta'aruf deh.

Kalau sudah ta’aruf terus nggak jadi nikah gimana???  

   Ya nggak papa, kan terhormat, kamu belum apa-apain dan diapa-apain kayak pacaran itu kan. Kamu suci, dia juga. Biasa kok kalau sudah ta’aruf  lalu nggak cocok lalu nggak jadi. Nah, ta’arufnya jangan kelamaan, dan jangan main perasaan. Sudah khitbah dan lagi ta’aruf bukan berarti boleh telpon-telponan ria, sms-sms yang nggak perlu, apalagi ngerayu-ngerayu, panggil say-beb-cin-yang, ya itu namanya khalwat juga , terbuai-buai, itu nggak perlu.

Berapa lama batas waktu ta’aruf???  

     Nggak ada batesannya sih, tapi lebih cepat lebih bagus. Makin lama makin kemungkinan baper dan maksiat. yaaa, 3-6 bulan cukup banget lah, nggak usah pakai lama. Kalau lma-lama itu bukan kenalan tapi kredit rumah. Loh…???
     Ingat yaa, khitbah-ta’aruf bukan modus booking. Kemarin ada yang ta’aruf tapi masih SMP, niat nikahnya kalau sudah lulus kuliah. Ampun..deh, jelas-jelas itu modus, nggak serius, nggak bener. Dan jelas walinya nggak tau.

Kesimpulan, khitbah dan ta’aruf itu ya memang untuk yang siap. Yang belum siap jangan coba-coba, malah jadi modus kemaksiatan nantinya.

Gimana supaya ta’arufnya bisa mulus??? 

      Sebenarnya, setiap Muslim/Muslimah yang sudah mau dan siap untuk menikah,harus juga menyiapkan keluarganya untuk menikah, terutama Muslimah, harus komunikasi dulu sama orangtuanya tentang keinginannya menikah. Saya (ust.Felix), masuk islam umur 18 tahun, minta nikah karena nggak mau maksiat pacaran, DITOLAK MENTAH_MENTAH sama orang tua. Lha yakinin orang tua sendiri saja nggak bisa, apalagi yakinin orangtua orang lain. Ya sudah mundur teratur.  Empat tahun berselang, saya baru bisa meyakinkan orangtua saya, bahwa saya sudah siap untuk menikah, bahwa saya laki-laki bertanggung jawab sama seperti Ayah saya, mampu membina keluarga, saya nikah umur 22 tahun. Karena setiap kita harus melewati proes ini maka coba tanya deh, terutama yang Muslimah pada orang tuanya, “Ayah , Ibu bagaimana pendapatnya kalau saya mau menikah?”. Lihat aja reaksinya….
     Kalau reaksinya ngamuk, itu artinya kamu belum siap menikah, belum pantas , kecuali kamu bisa negosiasi sampai mereka woles lagi.nah, reaksinya ini penting, karena dari situ terbangun komunikasi, pendapat mereka, keinginan mereka, dan sebagainya. Ini memudahkan ke proses ta’aruf. Karena jika orang tua sudah percaya pada anaknya. Mereka akan percaya anaknya memilih yang terbaik, yang sesuai tuntunan Al-Quran dan As-sunnah.. Yang paling ideal, saat seorang laki-laki misalnya datang ke orang tuanya untuk khitbah, mereka bilang “ kami terserah putri kami saja, kami sudah percaya kok sama dia.” Alhamdulillah…..
     Langkah awal memahamkan orang tua ini, sangat penting bila kita ingin memudahkan yang akan mengkhitbah kita nanti. Kita bisa memahamkan orang tua kita, bahwa khitbah-ta’aruf itu seperti apa, hingga mereka nggak kaget, nanti pernikahan itu harus seperti apa, calon suami/istri itu yang penting apanya. Karena mengapa??? Karena yang paling banyak problemnya saat khitbah-ta’aruf jusru dari pihak orag tua, bukan anakny. Anaknya oke aja, orang tuanya pingin: uang mahar, mesti begini, pestanya begitu. Bla-bla-bla……


Apa yang bisa meyakinkan orang tua kalau kita sudah siap menikah??? 

   Pada dasarnya nggak ada orangtua yang tega dan ingin melihat anaknya sengsara, itu harus kita pahami dulu. Maka orang tua akan melakukan APAPUN yang mereka bisa, kadang BERLEBIHAN untuk memastikan anaknya bahagia. Dalam kasus pernikahan, ada beberapa orang tua yang akan “mewajibkan” calon pasangan hidup anak, yang tak pernah diwajibkan syariat,misalnya harus kaya, punya jabatan, harus sesuku, PNS dan sebagainya.
     Tapi ingat, itu semua orang tua lakukan karena mereka pikir  itulah yang akan membuat kita bahagia dan jauh dari sengsara, maka sebelum khitbah-ta’aruf tentu kita punya posisi dihadapan orangtua agar semua berjalan mulus. Maka tidak ada cara lebih baik selain merebut kepercayaan orang tua agar mereka yakin kita sudah siap dan mampu mandiri dalam kehidupan rumah tangga.
Caranya??? 
     Yang paling mudah, bagi laki-laki, lakukan apa saja yang bisa Ayah kamu lakukan, jika perlu gantikan tugasnya dirumah. Buktikan kamu laki-laki yang bertanggung jawab seperti dia. Kalau dia mampu menafkahi, kamu juga harus bisa. Kalau dia mampu menjadi pemimpin keluarganya, kamu juga mesti bisa.
     Kalau perempuan??? Persiapkan dirimu dengan cara ambil alih tugas ibu mu dirumah, minimal membantu mengurus rumah, memasak, menjaga adik-adik dan belajar sifat keibuan. Tanya mereka, “kalau nanti aku menikah, Ayah-ibu ingin calon yang seperti apa?” Nah disitu ada negosiasi kan? Ada tawar-menawar sampai sepakat. Jadi buktikan dulu dirimu di depan orang tuamu bahwa kamu sudah dewasa, siap ambil tanggung jawab. Sebelum membuktikan pada orang tua calon mu.

Apa persiapan terbaik untuk khitbah-ta’aruf???  

   Bagi saya tidak ada persiapan lebih baik untuk pernikahan, ketimbang mengkaji Islam dan mendakwahkannya. Ini yang jarang diperhatikan, bahwa pernikahan itu sangat-sangat perlu ilmu, perlu iman, perlu kedewasaan dan kesemuanya didapatkan dari mengkaji islam dan mendakwahkannya.
Ada kalimat yang perlu direnungkan bagi pencari pasangan yang taat, “Mau dibini baru dibina, atau dibina baru dibini?” Maksudnya, mau cari pasangan itu yang sudah di-bina dengan islam, di-bina dengan dakwah, lalu baru kita jadikan bini (pasangan) atau mau yang awam, belum di-bina, dijadikan pasangan lalau baru di-bini??
     Bagi saya, pasangan yang masih awam dengan Islam lalu dinikahi sangat beresiko, walau mungkin secara fisik menarik. Tapi ketertarikan jangka panjang itu sebab ketaatan, bukan fisik. Nyatanya, yang sma-sama berada dalam jalan dakwah saja punya masalah, apalagi yang tidak memahami Islam sama sekali???
     Maka kajilah islam yang baik, jadikan cinta kita nomor satu kepada Allah dulu, sang pemilik cinta , pemilik hati-hati manusia. Jadikan diri kita pengemban dakwah yang terpercaya, dakwahkan Islam secara serius. Ini yang paling ideal, menggabungkan diri dalam jamaah dakwah, dalam barisan pengemban dakwah di gerakan-gerakan dakwah. Kaji dan dakwahkan Islam disana.
Gerakan dakwah yang mana??? 
YANG MANA SAJA selama Islam adalah dasar gerakannya, Al-Quran dan As-Sunnah adalah pegangannya. Banyak kok, di kampus-kampus apalagi. Nah, kalu sudah siap nikah, minta tolong ke ustadz/ah-nya untuk membantu mencarikan pasangan yang juga sudah siap dan sudah terbina. Bila sudah begitu, insyaAllah bukan hanya pernikahan biasa, tapi pernikahan yang barakah, pernikahan yang sakinah dan membentuk bukan keluarga biasa tapi keluarga pengemban dakwah.

Sumber: IG ust.felixsiauw (Seri khitbah-ta’aruf di postting pada bulan juni 2016)



  Self_Reminder:
Semoga tulisan dari kajian ust.FelixSiauw diatas dapat menjadi bekal pengetahuan dan bahan renungan bagi diri saya pribadi khususnya maupun bagi  para pembaca, menjadikan kita hamba Allah yang taat melaksanakan perintahNya. 
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an surat Al-Israa ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Artinya:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."

Dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa Allah melarang kita melakukan perbuatan yang mendekati zina karena zina merupakan perbuatan yang keji dan mengarah pada hal yang buruk. Memang kita bukanlah manusia sempurna yang tanpa kelemahan, kita juga bukan sesuatu yang tidak pernah berubah, pun kita bukan makhluk yang tidak pernah terpengaruh pada kondisi yang ada. Sering sekali kita lalai dan khilaf dalam menjalani hidup ini, oleh karena itu kita sama-sama berdoa kepada Allah agar diberikan hati yang kuat untuk menggapai ridhoNya. Ingat, kita berdoa bukan untuk memberitahuNya tentang kondisi diri kita, melainkan untuk menyadarkan kita bahwa kita butuh DIA.


Salam manis...
Penulis,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar