Rabu, 14 September 2016

Review Buku : Nawi BKL Inah

Prolog:

Assalamualaikum Wr Wb.....
Ini adalah kali pertamanya saya mem-posting review sebuah buku. Saya bukanlah seorang yang ahli dalam hal tulis-menulis hanya saja saya ingin belajar. Semoga apa yang saya tulis dapat menjadi refleksi diri serta inspirasi bagi saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca.
 Makhlum saja jika dalam postingan ini banyak kosa kata yang belum terangkai dengan baik. Sebab saya belum begitu mahir dalam menulis, masih miskin sekali ilmu.

Wassalamualaikum..... 
Salam manis dari saya .......

Let's Go ...........



“ Perjuangan Cinta Nawi Dan Inah”
      Judul Buku  : Nawi BKL Inah
      Pengarang     : Antariksawan Jusuf&Hanif Z. Noor
      Penerbit       : Republika
      Kota Terbit   : Jakarta
      Tahun Terbit : Juni, 2013
      Harga            : 50.000
      Jumlah Hal.   : 112
      Tebal Buku    :  13.5x20.5cm

RESENSI :
Novel ini bertema melarikan calon istri. Hal tersebut dalam adat Using Banyuwangi diperbolehkan. Secara simbolik menerangkan sebuah bentuk perlawanan atas ketidaksetujuan dari pihak keluarga perempuan sehingga laki-laki nekat untuk melarikan calon istrinya. Dari cover novelnya sendiri juga telah terlihat, adanya ilustrasi gambar sosok laki-laki dan wanita berlari bergandengan tangan. Format penyajiannya dikemas dalam dua bahasa. Bahasa Using, bahasa orang Banyuwangi, Jawa Timur. Dan Untuk memperluas penerimaan, maka diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia. Uniknya, penyajian novel berupa prosa lirik. Alasan hal tersebut digunakan sebagai media penyampaian, karena pengarang mengutamakan keindahan bunyi dan persajakan dalam setiap baitnya. Kandungannya berisi unsur roman komedi  sehingga siapapun yang membacanya, akan tersenyum dengan rasa sedih. Tutur bahasanya hampir sama dengan sastra bercerita. Karya ini juga mencatat banyak kekayaan mainan anak-anak Using Banyuwangi tahun 1970-80an, yang sekarang mungkin banyak berkurang bahkan sudah hilang. Ditambah dengan gambar-gambar ilustrasi untuk membuat gambaran lebih gamblang. Pengarang menarik pembaca ke permainan lokal yang mengajarkan kita pada pentingnya berolah raga dan bersosialisasi. Di dalam novel ini juga, di kenalkan berbagai macam budaya dan adat istiadat yang ada di Banyuwangi, seperti musik angklung, kuntulan dan seni tradisi gandrung.
Namun, dalam novel ini terdapat beberapa kekurangan. Karena bentuknya prosa lirik, terkadang maksud dari ceritanya kurang dapat dipahami pembaca. Bahasanya agak membingungkan dan sering ada kata-kata yang diulang. Sedangkan dalam versi Indonesia, catatan kakinya jauh lebih banyak dari versi aslinya. Catatan kaki juga muncul pada setiap kata yang sangat khusus sifatnya, misalnya nama tempat, nama makanan, kebiasaan-kebiasaan khusus. Selain itu, istilah-istilah lokal Using ada yang tidak punya padanan  dalam bahasa Indonesia sehingga kenikmatan dari membaca teks asli Using akan berkurang dalam teks bahasa Indonesia.
Novel ini mempunyai nilai adat istiadat dan budaya yang kuat, memuat cerita yang penuh  perjuangan cinta, kesetiaan, dan pengorbanan.




SINOPSIS :

           Nawawi, anak lateng banyuwangi yang biasa dipanggil Nawi yang menikmati masa kecilnya dengan bermain apa saja bersama teman-teman sebayanya. Diantaranya: kelereng, kartu, kelomang, tembak-tembakan, mancing ikan di boom, menjirat udang, tebak-tebakan, menangkap ikan cokol, melahap mangga bekas gigitan kelelawar, nonton lomba burung dara, pal-palan, bermain patrol saat ramadhan, bom-boman, suka menulis BKL-BKLan di tembok sekolahan, bernyanyi, bermain layangan, menyusun alas baca quran di surau, melocok ceremai, mengadu jangkrik, mengadu ayam, menangkap burung emprit, bercincin ikan cumi, gelantungan di belakang kereta cikar dan masih banyak lagi. Masa kecil nya sangat menyenangkan. Penuh dengan kreativitas dan kegembiraan. Tidak ada kesan sedih. Kebebasan membuat jiwa anak-anak tumbuh dan berkembang.
Saat SMP, dia aktif mengikuti berbagai kegiatan sekolah. Salah satunya adalah kegiatan porseni. Nawi ikut memeriahkan kegiatan tersebut dengan bernyanyi bersama band sekolah. Ada pula penyanyi dari sekolah swasta lain yang  tampil. Disinilah Nawi bertemu dengan Supinah, gadis biskalan yang dipanggil Inah. Nawi dan Inah menjadi teman akrab. Setiap hari setelah pulang sekolah, mereka bermain bersama. Walaupun Nawi tidak satu sekolah dengan Inah tetapi mereka kelihatan rukun. Setelah Inah selesai latihan menyanyi dan menari, ia dan Nawi janjian bersepeda motor keliling kota bersama-sama, makan bakso sambil ngobrol dan bercanda. Hal itu membuat mereka saling jatuh hati.
Pada suatu hari di sekolah, Nawi mulai mengutarakan ketertarikannya pada Inah. Entah karena apa, sekarang inah pindah ke sekolah Nawi sehingga setiap hari mereka berdua bisa bertemu dan ngobrol bareng saat di luar jam pelajaran. Nawi memberikan sebuah surat yang diselipkan di buku inah. Sepucuk surat yang berisi ungkapan rasa cintanya. Setelah beberapa lama, akhirnya surat nawi terbalas. Inah menerima cinta Nawi. Hal itu membuat Nawi menjadi semakin rajin sekolah. Tak terasa ujian sekolah sudah semakin dekat. Anak-anak mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian sekolah dan tidak lagi bermain-main. Semua belajar, mempersiapkan kelulusan. Setelah ujian sekolah selesai, ada lomba popsinger se-kabupaten Banyuwangi. Inah dan teman-temannya mengikuti perlombaan itu. Nawi selalu setia mendukung dan melihat Inah bernyanyi. Persaingan sangat ketat tetapi setelah babak final diselesaikan akhirnya Inah keluar menjadi juara dua. Alangkah senangnya teman-teman sekolah. Mereka merayakan kemenangan Inah, dengan makan rujak pepaya bersama. Meskipun hanya rujak tetapi rasa kebersamaan dan setia kawan sangat terasa. Beberapa minggu kemudian, nawi dan teman-teman sekolah menerima pengumuman kelulusan. Mereka semua  lulus ujian dengan hasil yang memuaskan.
Kini Nawi duduk di bangku SMA, ia merasa guru-guru di SMA berbeda dengan guru-guru di SMP. Perbedaan tersebut sangat terasa ketika guru memberikan tugas untuk menganalisa, mendiskusikan suatu materi pelajaran dan mengerjakan satu soal yang jawabannya sangat panjang. Oleh karena itu, Nawi sering mengajak Inah belajar bersama walaupun mereka tidak sekelas. Suatu hari ketika Nawi lewat di depan kelas Inah, ia melihat tempat duduk Inah kosong. Kata teman-temannya, Inah tidak masuk sekolah. Sepulang sekolah ia pergi ke rumah Inah memastikan keadaannya. Alangkah terkejut hati Nawi saat ia menerima kabar dari ayah Inah bahwa “Inah mau dijodohkan dengan saudaranya” yang berasal dari Jember. Saudara yang sudah kuliah dan sudah memiliki pekerjaan. Maka dari itu, Nawi tidak boleh bertemu Inah lagi. Seketika itu, perasaan Nawi hancur dan terpukul. Ia kehilangan semangat hidup. Tak semangat untuk sekolah. Kedua orang tua Nawi merasa prihatin dengan keadaannya. Sehingga mereka menganjurkan Nawi untuk pindah sekolah dan tinggal bersama keluarga dari ibunya yang berada di Singaraja, Bali. Dengan harapan agar Nawi dapat melupakan Inah. Namun di lubuk hatinya, Nawi akan tetap mencintai Inah meskipun akan ada banyak cobaan  rintangan yang menghadang.
Sesampainya di Bali, Nawi mengirim surat untuk Inah tentang kabar kepergiannya agar ia tidak hawatir. Di surat itu pula nawi menulis sebuah puisi untuk Inah yang berupa ungkapan rasa sayangnya pada Inah. Walaupun sekarang jarak memisahkan mereka, namun cinta yang telah bersemi dihati tidak akan pernah pudar.
Di pulau Bali, Nawi paling senang jalan-jalan di pantai Lovina. Tempat tersebut menjadi tempat favorit Nawi. Melihat pasir pantai Lovina yang hitam, air laut bersih biru yang asri, lumba-lumba yang meloncat-loncat di laut, anak-anak yang surfing, dan orang yang snorkling menjadi hiburan tersendiri bagi Nawi. Semua itu membuat hatinya menjadi tenang. Sekolah sambil kerja telah menjadi pilihan hidupnya. Setelah pulang sekolah, ia bekerja di restoran sebagai pemandu wisata. Hal itu dilakukannya untuk membantu sekaligus berbalas budi pada paman dan bibinya yang keadaan ekonominya tidak begitu kuat. Mereka hanya berdagang jualan baju keliling. Membawa PR sekolah ke tempat kerjanya sudah menjadi hal biasa. Kadang-kadang, ia meminta bantuan para tamu asing untuk mengerjakan PR bahasa inggris nya itu. Para tamu merasa senang bisa membantu Nawi.
Seiring berjalannya waktu, Nawi mahir berbahasa asing yaitu Inggris, Perancis dan Jerman. Setelah lulus SMA, ia ditawari seorang peneliti dari Belanda untuk melanjutkan kuliah di negaranya. Namanya pak Rudy, orang Belanda berwajah Asia. Pak Rudy adalah orang yang dikenalnya saat ia bekerja di restoran. Sebelum berangkat ke Belanda, Nawi berpamitan pada kedua orang tua dan juga Inah di Banyuwangi. Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya Nawi dan Inah dapat bertemu kembali untuk sekedar melepas rindu dihati . Pertemuannya kali ini adalah pertemuan untuk perpisahan yang lebih lama. Keduanya sadar akan hal itu. Mereka berdua mengucap janji setia dan bertukar kalung jali berbandul kerang kopi dengan sebuah selendang pelangi. Kalung tersebut sebagai tanda  cinta kasih mereka. Janji untuk selalu mengenakan kalung kerang, berharap hati mereka selalu dekat. Meski hati masih rindu namun apa harus dikata, Nawi pergi untuk hidup yang lebih baik. Nantinya untuk masa depan keduanya. Setelah semua urusan Nawi selesai, ia langsung menuju bandara naik pesawat ke Belanda.
Nawi  tiba di Belanda, negara tempat ia menuntut ilmu. Ia tinggal bersama keluarga pak Rudy di kota Maastricht, Belanda dan kuliah di Limburg University Holland.Pak Rudy mempunyai seorang putri yang bernama Yenni. Ia adalah puti satu-satunya. Berkali-kali Nawi mengucapkan syukur pada Tuhan, yang telah memberikan semua nikmat tersebut kepadanya.
Tak terasa sudah 6 bulan Nawi berada di Belanda, selama itu pula ia tak pernah mengetahui kabar Inah pujaan hatinya. Ia mencoba mengirim surat pada Inah tetapi surat tersebut tak kunjung mendapat balasan. Sampai suatu hari, ia mendapat kabar dari teman yang bertemu Inah di Surabaya. Sekarang Inah kuliah di IKIP Ketintang, tinggal bersama pamannya seorang perwira. Meski belum bisa bertemu, hati Nawi sudah merasa lega bisa mendengar kabar tentang Inah.
Beberapa hari kemudian, Nawi mengirim surat untuk Inah lagi. Ia meminta bantuan seorang teman agar suratnya bisa sampai di tangan Inah yang berada di Surabaya. Saat itu surat-menyurat dengan Inah sangat sulit. Untuk bisa sampai di tangan Inah, membutuhkan waktu berbulan-bulan. Dan akhirnya surat Nawi terbalas. Surat yang di tulis Inah kali ini sungguh membuat hati Nawi terkejut, badan menjadi lemas dan kaki terasa berat untuk melangkah. Di dalam surat itu, tertulis bahwa saudara Inah yang dijodohkan dengannya meminta pernikahan Inah dipercepat. Walaupun Inah berusaha menenangkan hati nawi dengan mengatakan, “Aku selalu menunggumu. Jangan hawatir, aku tak akan menerima semua paksaan. Kan ku cari jalan, agar ku terus dapat menghindar dari paksaan”. Meskipun begitu, hati Nawi masih merasa gundah gulana.
Suatu ketika, cinta Nawi dan Inah diuji. Nawi yang selalu berpikir lokal dihadapkan pada pergaulan yang modern. Cara Nawi memelihara kelokalannya dengan cara sering bertemu dengan teman-teman dari Indonesia dan makan masakan Indonesia. Pada saat itulah, Nawi mengajak anak pak Rudy untuk lebih mengenal masakan Indonesia. Ternyata Jenny anak pak Rudy tidak hanya menyukai masakan Indonesia tetapi juga menyukai orang Indonesia, yaitu Nawi. Anak pak Rudy mencintai Nawi. Meskipun Nawi sudah berhutang budi pada pak Rudy, tetapi dengan hati-hati ia menjelaskan pada pak Rudy jika hati nya sudah ada yang memiliki. Pak Rudy dan Jenny bisa menerima semua itu. Tetapi di sisi lain, kedekatan Nawi dengan Jenny membuat Inah salah faham. Inah mengira kalau Nawi sudah tak peduli lagi dengan cinta mereka, sehingga di Belanda, Nawi mencari wanita lain yang lebih cantik. Padahal hal tersebut tidak benar. Dengan segala kemampuannya, Nawi mencoba menjelaskan pada Inah tentang Jenny. Cinta Nawi pada Inah tetap suci seperti pertama kali bertemu. Inah bisa mengerti, Jenny adalah anak pak Rudy. Orang yang banyak berjasa dalam hidup Nawi.
Tiga tahun sudah berlalu, kuliah Nawi hampir selesai. Surat-menyurat dengan Inah pun sudah lancar. Surat terakhir Inah yang diterimanya berulang-ulang ia baca. Sebuah surat yang berisi kesucian cinta Inah untuk Nawi.
Aangku
Aku percaya, menjaga cintamu bukanlah hal yang keliru.
Meski jauh, cinta yang kau tinggal begitu terasa menyengat.
Cinta dalam hati kan ku jaga sampai kini.
Janji cinta yang mengikat hatiku dan hatimu jadi satu ikatan suci.
Kan ku bulatkan harapanku, jangan kau ingkari.
Ayangmu
Surat Inah tersebut menambah semangat pada langkah Nawi untuk segera menyelesaikan skripsinya dan segera pulang ke tanah air, untuk meminang Inah. Cintanya yang tulus juga membuat Nawi semakin kuat. Tiba saatnya Nawi kembali ke kampung halaman, tanah Lateng Banyuwangi, tanah kelahirannya, tempat bermain setiap harinya. Kepulangannya ini sudah diatur bersama pamannya untuk melarikan Inah. Paman menyiapkan rumah untuk tempat singgah, tempat Inah menginap. Paman pergi mencari colok untuk menemui orang tua Inah. Kabar pun disampaikan bahwa anak gadis mereka dilarikan anak Lateng dan keadaannya baik-baik saja. Hal tersebut membuat orang tua Inah hawatir dan pasrah. Karena sadar tak dapat memaksakan kehendak, maka ayah Inah sepakat untuk merestui hubungan Inah dengan Nawi. Kemudian ayah Inah menemui keluarga dari Jember untuk membatalkan pernikahan. Dan secepatnya menikahkan Nawi dengan Inah. Sekarang mereka bisa duduk di pelaminan dan hidup bahagia. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar