Assalamualaikum Wr Wb.....
Ini adalah kali pertamanya saya mem-posting review sebuah buku. Saya bukanlah seorang yang ahli dalam hal tulis-menulis hanya saja saya ingin belajar. Semoga apa yang saya tulis dapat menjadi refleksi diri serta inspirasi bagi saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca.
Makhlum saja jika dalam postingan ini banyak kosa kata yang belum terangkai dengan baik. Sebab saya belum begitu mahir dalam menulis, masih miskin sekali ilmu.
Wassalamualaikum.....
Salam manis dari saya .......
Let's Go ...........
“ Perjuangan Cinta Nawi Dan Inah”
Judul Buku :
Nawi BKL Inah
Pengarang :
Antariksawan Jusuf&Hanif Z. Noor
Penerbit :
Republika
Kota Terbit :
Jakarta
Tahun Terbit :
Juni, 2013
Harga :
50.000
Jumlah Hal. : 112
Tebal Buku : 13.5x20.5cm
RESENSI :
Novel ini bertema melarikan calon istri. Hal tersebut dalam adat Using
Banyuwangi diperbolehkan. Secara simbolik menerangkan sebuah bentuk perlawanan
atas ketidaksetujuan dari pihak keluarga perempuan sehingga laki-laki nekat
untuk melarikan calon istrinya. Dari cover novelnya sendiri juga telah
terlihat, adanya ilustrasi gambar sosok laki-laki dan wanita berlari
bergandengan tangan. Format penyajiannya dikemas dalam dua bahasa. Bahasa
Using, bahasa orang Banyuwangi, Jawa Timur. Dan Untuk memperluas penerimaan,
maka diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia. Uniknya, penyajian novel
berupa prosa lirik. Alasan hal tersebut digunakan sebagai media penyampaian,
karena pengarang mengutamakan keindahan bunyi dan persajakan dalam setiap
baitnya. Kandungannya berisi unsur roman
komedi sehingga siapapun yang
membacanya, akan tersenyum dengan rasa sedih. Tutur bahasanya hampir sama
dengan sastra bercerita. Karya ini juga mencatat banyak kekayaan mainan
anak-anak Using Banyuwangi tahun 1970-80an, yang sekarang mungkin banyak
berkurang bahkan sudah hilang. Ditambah dengan gambar-gambar ilustrasi untuk
membuat gambaran lebih gamblang. Pengarang menarik pembaca ke permainan lokal
yang mengajarkan kita pada pentingnya berolah raga dan bersosialisasi. Di dalam
novel ini juga, di kenalkan berbagai macam budaya dan adat istiadat yang ada di
Banyuwangi, seperti musik angklung, kuntulan dan seni tradisi gandrung.
Namun, dalam novel ini terdapat
beberapa kekurangan. Karena bentuknya prosa lirik, terkadang maksud dari
ceritanya kurang dapat dipahami pembaca. Bahasanya agak membingungkan dan
sering ada kata-kata yang diulang. Sedangkan dalam versi Indonesia, catatan
kakinya jauh lebih banyak dari versi aslinya. Catatan kaki juga muncul pada
setiap kata yang sangat khusus sifatnya, misalnya nama tempat, nama makanan,
kebiasaan-kebiasaan khusus. Selain itu, istilah-istilah lokal Using ada yang
tidak punya padanan dalam bahasa
Indonesia sehingga kenikmatan dari membaca teks asli Using akan berkurang dalam
teks bahasa Indonesia.
Novel ini mempunyai
nilai adat istiadat dan budaya yang
kuat, memuat cerita yang penuh
perjuangan cinta, kesetiaan, dan pengorbanan.
SINOPSIS :
Nawawi,
anak lateng banyuwangi yang biasa dipanggil Nawi yang menikmati masa kecilnya
dengan bermain apa saja bersama teman-teman sebayanya. Diantaranya: kelereng, kartu,
kelomang, tembak-tembakan, mancing ikan di boom, menjirat udang, tebak-tebakan,
menangkap ikan cokol, melahap mangga bekas gigitan kelelawar, nonton lomba
burung dara, pal-palan, bermain patrol saat ramadhan, bom-boman, suka menulis
BKL-BKLan di tembok sekolahan, bernyanyi, bermain layangan, menyusun alas baca
quran di surau, melocok ceremai, mengadu jangkrik, mengadu ayam, menangkap
burung emprit, bercincin ikan cumi, gelantungan di belakang kereta cikar dan
masih banyak lagi. Masa kecil nya sangat menyenangkan. Penuh dengan kreativitas
dan kegembiraan. Tidak ada kesan sedih. Kebebasan membuat jiwa anak-anak tumbuh
dan berkembang.
Saat
SMP, dia aktif mengikuti berbagai kegiatan sekolah. Salah satunya adalah
kegiatan porseni. Nawi ikut memeriahkan kegiatan tersebut dengan bernyanyi
bersama band sekolah. Ada pula penyanyi dari sekolah swasta lain yang tampil. Disinilah Nawi bertemu dengan
Supinah, gadis biskalan yang dipanggil Inah. Nawi dan Inah menjadi teman akrab.
Setiap hari setelah pulang sekolah, mereka bermain bersama. Walaupun Nawi tidak
satu sekolah dengan Inah tetapi mereka kelihatan rukun. Setelah Inah selesai
latihan menyanyi dan menari, ia dan Nawi janjian bersepeda motor keliling kota
bersama-sama, makan bakso sambil ngobrol dan bercanda. Hal itu membuat mereka
saling jatuh hati.
Pada
suatu hari di sekolah, Nawi mulai mengutarakan ketertarikannya pada Inah. Entah
karena apa, sekarang inah pindah ke sekolah Nawi sehingga setiap hari mereka
berdua bisa bertemu dan ngobrol bareng saat di luar jam pelajaran. Nawi
memberikan sebuah surat yang diselipkan di buku inah. Sepucuk surat yang berisi
ungkapan rasa cintanya. Setelah beberapa lama, akhirnya surat nawi terbalas.
Inah menerima cinta Nawi. Hal itu membuat Nawi menjadi semakin rajin sekolah. Tak
terasa ujian sekolah sudah semakin dekat. Anak-anak mulai mempersiapkan diri
untuk menghadapi ujian sekolah dan tidak lagi bermain-main. Semua belajar,
mempersiapkan kelulusan. Setelah ujian sekolah selesai, ada lomba popsinger
se-kabupaten Banyuwangi. Inah dan teman-temannya mengikuti perlombaan itu. Nawi
selalu setia mendukung dan melihat Inah bernyanyi. Persaingan sangat ketat
tetapi setelah babak final diselesaikan akhirnya Inah keluar menjadi juara dua.
Alangkah senangnya teman-teman sekolah. Mereka merayakan kemenangan Inah, dengan
makan rujak pepaya bersama. Meskipun hanya rujak tetapi rasa kebersamaan dan
setia kawan sangat terasa. Beberapa minggu kemudian, nawi dan teman-teman
sekolah menerima pengumuman kelulusan. Mereka semua lulus ujian dengan hasil yang memuaskan.
Kini
Nawi duduk di bangku SMA, ia merasa guru-guru di SMA berbeda dengan guru-guru
di SMP. Perbedaan tersebut sangat terasa ketika guru memberikan tugas untuk
menganalisa, mendiskusikan suatu materi pelajaran dan mengerjakan satu soal
yang jawabannya sangat panjang. Oleh karena itu, Nawi sering mengajak Inah
belajar bersama walaupun mereka tidak sekelas. Suatu hari ketika Nawi lewat di
depan kelas Inah, ia melihat tempat duduk Inah kosong. Kata teman-temannya,
Inah tidak masuk sekolah. Sepulang sekolah ia pergi ke rumah Inah memastikan
keadaannya. Alangkah terkejut hati Nawi saat ia menerima kabar dari ayah Inah
bahwa “Inah mau dijodohkan dengan saudaranya” yang berasal dari Jember. Saudara
yang sudah kuliah dan sudah memiliki pekerjaan. Maka dari itu, Nawi tidak boleh
bertemu Inah lagi. Seketika itu, perasaan Nawi hancur dan terpukul. Ia
kehilangan semangat hidup. Tak semangat untuk sekolah. Kedua orang tua Nawi
merasa prihatin dengan keadaannya. Sehingga mereka menganjurkan Nawi untuk
pindah sekolah dan tinggal bersama keluarga dari ibunya yang berada di
Singaraja, Bali. Dengan harapan agar Nawi dapat melupakan Inah. Namun di lubuk
hatinya, Nawi akan tetap mencintai Inah meskipun akan ada banyak cobaan rintangan yang menghadang.
Sesampainya
di Bali, Nawi mengirim surat untuk Inah tentang kabar kepergiannya agar ia
tidak hawatir. Di surat itu pula nawi menulis sebuah puisi untuk Inah yang
berupa ungkapan rasa sayangnya pada Inah. Walaupun sekarang jarak memisahkan
mereka, namun cinta yang telah bersemi dihati tidak akan pernah pudar.
Di
pulau Bali, Nawi paling senang jalan-jalan di pantai Lovina. Tempat tersebut
menjadi tempat favorit Nawi. Melihat pasir pantai Lovina yang hitam, air laut
bersih biru yang asri, lumba-lumba yang meloncat-loncat di laut, anak-anak yang
surfing, dan orang yang snorkling menjadi hiburan tersendiri bagi Nawi. Semua
itu membuat hatinya menjadi tenang. Sekolah sambil kerja telah menjadi pilihan
hidupnya. Setelah pulang sekolah, ia bekerja di restoran sebagai pemandu wisata.
Hal itu dilakukannya untuk membantu sekaligus berbalas budi pada paman dan
bibinya yang keadaan ekonominya tidak begitu kuat. Mereka hanya berdagang
jualan baju keliling. Membawa PR sekolah ke tempat kerjanya sudah menjadi hal
biasa. Kadang-kadang, ia meminta bantuan para tamu asing untuk mengerjakan PR
bahasa inggris nya itu. Para tamu merasa senang bisa membantu Nawi.
Seiring
berjalannya waktu, Nawi mahir berbahasa asing yaitu Inggris, Perancis dan
Jerman. Setelah lulus SMA, ia ditawari seorang peneliti dari Belanda untuk
melanjutkan kuliah di negaranya. Namanya pak Rudy, orang Belanda berwajah Asia.
Pak Rudy adalah orang yang dikenalnya saat ia bekerja di restoran. Sebelum
berangkat ke Belanda, Nawi berpamitan pada kedua orang tua dan juga Inah di
Banyuwangi. Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya Nawi dan Inah dapat
bertemu kembali untuk sekedar melepas rindu dihati . Pertemuannya kali ini
adalah pertemuan untuk perpisahan yang lebih lama. Keduanya sadar akan hal itu.
Mereka berdua mengucap janji setia dan bertukar kalung jali berbandul kerang
kopi dengan sebuah selendang pelangi. Kalung tersebut sebagai tanda cinta kasih mereka. Janji untuk selalu
mengenakan kalung kerang, berharap hati mereka selalu dekat. Meski hati masih
rindu namun apa harus dikata, Nawi pergi untuk hidup yang lebih baik. Nantinya
untuk masa depan keduanya. Setelah semua urusan Nawi selesai, ia langsung
menuju bandara naik pesawat ke Belanda.
Nawi tiba di Belanda, negara tempat ia menuntut
ilmu. Ia tinggal bersama keluarga pak Rudy di kota Maastricht, Belanda dan
kuliah di Limburg University Holland.Pak Rudy mempunyai seorang putri yang
bernama Yenni. Ia adalah puti satu-satunya. Berkali-kali Nawi mengucapkan
syukur pada Tuhan, yang telah memberikan semua nikmat tersebut kepadanya.
Tak
terasa sudah 6 bulan Nawi berada di Belanda, selama itu pula ia tak pernah
mengetahui kabar Inah pujaan hatinya. Ia mencoba mengirim surat pada Inah
tetapi surat tersebut tak kunjung mendapat balasan. Sampai suatu hari, ia
mendapat kabar dari teman yang bertemu Inah di Surabaya. Sekarang Inah kuliah
di IKIP Ketintang, tinggal bersama pamannya seorang perwira. Meski belum bisa
bertemu, hati Nawi sudah merasa lega bisa mendengar kabar tentang Inah.
Beberapa
hari kemudian, Nawi mengirim surat untuk Inah lagi. Ia meminta bantuan seorang
teman agar suratnya bisa sampai di tangan Inah yang berada di Surabaya. Saat
itu surat-menyurat dengan Inah sangat sulit. Untuk bisa sampai di tangan Inah, membutuhkan
waktu berbulan-bulan. Dan akhirnya surat Nawi terbalas. Surat yang di tulis
Inah kali ini sungguh membuat hati Nawi terkejut, badan menjadi lemas dan kaki
terasa berat untuk melangkah. Di dalam surat itu, tertulis bahwa saudara Inah
yang dijodohkan dengannya meminta pernikahan Inah dipercepat. Walaupun Inah
berusaha menenangkan hati nawi dengan mengatakan, “Aku selalu menunggumu. Jangan hawatir, aku tak akan menerima semua
paksaan. Kan ku cari jalan, agar ku terus dapat menghindar dari paksaan”. Meskipun begitu, hati
Nawi masih merasa gundah gulana.
Suatu
ketika, cinta Nawi dan Inah diuji. Nawi yang selalu berpikir lokal dihadapkan
pada pergaulan yang modern. Cara Nawi memelihara kelokalannya dengan cara
sering bertemu dengan teman-teman dari Indonesia dan makan masakan Indonesia.
Pada saat itulah, Nawi mengajak anak pak Rudy untuk lebih mengenal masakan
Indonesia. Ternyata Jenny anak pak Rudy tidak hanya menyukai masakan Indonesia
tetapi juga menyukai orang Indonesia, yaitu Nawi. Anak pak Rudy mencintai Nawi.
Meskipun Nawi sudah berhutang budi pada pak Rudy,
tetapi dengan hati-hati ia menjelaskan pada pak Rudy jika hati nya sudah ada
yang memiliki. Pak Rudy dan Jenny bisa menerima semua itu. Tetapi di
sisi lain, kedekatan Nawi dengan Jenny membuat Inah salah faham. Inah mengira
kalau Nawi sudah tak peduli lagi dengan cinta mereka, sehingga di Belanda, Nawi
mencari wanita lain yang lebih cantik. Padahal hal tersebut tidak benar. Dengan
segala kemampuannya, Nawi mencoba menjelaskan pada Inah tentang Jenny. Cinta
Nawi pada Inah tetap suci seperti pertama kali bertemu. Inah bisa mengerti,
Jenny adalah anak pak Rudy. Orang yang banyak berjasa dalam hidup Nawi.
Tiga
tahun sudah berlalu, kuliah Nawi hampir selesai. Surat-menyurat dengan Inah pun
sudah lancar. Surat terakhir Inah yang diterimanya berulang-ulang ia baca.
Sebuah surat yang berisi kesucian cinta Inah untuk Nawi.
Aangku
Aku percaya, menjaga
cintamu bukanlah hal yang keliru.
Meski jauh, cinta yang
kau tinggal begitu terasa menyengat.
Cinta dalam hati kan ku
jaga sampai kini.
Janji cinta yang mengikat
hatiku dan hatimu jadi satu ikatan suci.
Kan ku bulatkan
harapanku, jangan kau ingkari.
Ayangmu
Surat
Inah tersebut menambah semangat pada langkah Nawi untuk segera menyelesaikan
skripsinya dan segera pulang ke tanah air, untuk meminang Inah. Cintanya yang
tulus juga membuat Nawi semakin kuat. Tiba saatnya Nawi kembali ke kampung
halaman, tanah Lateng Banyuwangi, tanah kelahirannya, tempat bermain setiap
harinya. Kepulangannya ini sudah diatur bersama pamannya untuk melarikan Inah.
Paman menyiapkan rumah untuk tempat singgah, tempat Inah menginap. Paman pergi
mencari colok untuk menemui orang tua
Inah. Kabar pun disampaikan bahwa anak gadis mereka dilarikan anak Lateng dan
keadaannya baik-baik saja. Hal tersebut membuat orang tua Inah hawatir dan
pasrah. Karena sadar tak dapat memaksakan kehendak, maka ayah Inah sepakat
untuk merestui hubungan Inah dengan Nawi. Kemudian ayah Inah menemui keluarga
dari Jember untuk membatalkan pernikahan. Dan secepatnya menikahkan Nawi dengan
Inah. Sekarang mereka bisa duduk di pelaminan dan hidup bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar